Selasa, 04 Januari 2011

ETIKA PROFESI AKUNTANSI TUGAS KE 2


TUGAS 2 ETIKA PROFESI AKUNTANSI
Nama : Destya Purwaning Tias
Npm : 27209052
Dosen : Harry W. A. Ramadhan
Kelas : 4 EB 12

PERKEMBANGAN PROFESI AKUNTANSI DI INDONESIA

Praktik akuntansi di Indonesia dapat ditelusuri pada era penjajahan Belanda sekitar 17 (ADB 2003) atau sekitar tahun 1642 (Soemarso 1995). Jejak yang jelas berkaitan
dengan praktik akuntansi ddi Indonesia dapat di temui pada tahun 1747, yaitu praktik pembukuan yang dilaksanakan Amphioen Socitey yang berkedudukan di Jakarta (Soemarso 1995). Pada era ini Belanda menganlkan sistem pembukuan berpasangan (Double-entry bookkeeping) sebagaimana yang dikembangkan ole h luca Pacioli. Perusahaan VOC milik Belanda yang merupakan organisasi komersial utama selama masa penjajahan memainkan peranan penting dalam praktik bisnis di Indonesia selam era ini (Diga dan Yunus 1997).
Kegiatan ekonomi pada masa penjajahan meningkat cepat selama tahun 1800an awal tahun 1900an. Hal ini ditandai dengan dihapuskannya tanam paksa sehingga pengusaha Belanda banyak yang menanamkan modalnya di Indonesia. Peningkatan kegiatan ekonomi mendorong munculnya permintaan akan tenaga akuntan dan juru buku yang terlatih. Akibatnya, fungsi auditing mulai mulai dikenalkan di Indonesia pada tahun 1907 (Soemarso 1995). Peluang terhadap kebutuhan audit ini akhirnya diambil oleh akun
tan Belanda dan Inggris yang masuk ke Indonesia untuk membantu kegiatan administrasi di perusahaan
tekstil dan perusahaan manufaktur (Yunus 1990). Intrernal a
uditor yagn pertama kali datang di Indonesia adalah J.W Labrijn yang sudah berada di Indonesia pada tahun 1896 dan orang pertama yang melaksanakan pekerjaan audit (menyusun dan mengontrol pembukuan perusahaan) adalah Van Schagen yang dikirim ke Indonesia pada tahun 1907 (Soemarso 1995).
Pengiriman Van Schagen merupakan titik tolak berdirinya Jawatan Akuntan Negara-Government Accountant Dienst yang terbentuk pada tahun 1915 (Soemarso 1995). Akuntan public
yang pertama adalah Frese dan Hogeweg yang mendirikan kantor di Indonesia pada tahun 1918. pendirian kantor ini diikuti kantor akuntan yang lain yaitu kantor akuntan H.Y. Voerens pada tahun 1920 dan pendirian Jawatan Akuntan Pajak-Belasting Accountant Dienst (Soemarso 1995). Pada era penjajahan, tidak ada orang Indonesia yang bekerja sebagai akuntan public. Orang Indonesia pertama yang bekerja di bidang akuntansi adalah JD. Massie, yang diangkat sebagai pemegang buku pada Jawatan Akuntan Pajak pada tanggal 21 September 1929 (Soemasro 1995).
Kesempatan bagi akuntan lokal (Indoenesia) mulai muncul pada tahun 1942-1945, dengan mundurnya Belanda dari Indonesia. Sampai tahun 1947 hanya ada satu orang a
kuntan yang berbangsa Indonesia yaitu Prof. Dr. Abutari (Soemarso 1995). Praktik akuntansi model Belanda masih diggunakan selama era setelah kemerdekaan (1950an). Pendidikan dan pelatihan akuntansi masih didominasi oleh sistem akuntansi model Belanda.
Nasionalisasi atas perusahaan yagn dimiliki Belanda dan pindahnya orang-orang Belanda dari Indonesia pada tahun 1958 menyebabkan kelangkaan akuntan dan tenaga ahli (Diga dan Yunus 1997).
Atas dasar nasionalisasi dan kelangkaan akuntan, Indonesia pada
akhirnya berpaling ke praktik akuntansi model Amerika. Namun demikian, pada era ini praktik akuntansi model Amerika mampu berbaur dengan akuntansi model Belanda, terutama yang terjadi di lembaga pemerintah. Makin meningkatnya jumlah institusi pendidikan tinggi yang menawarkan pendidikan akuntansi-seperti oembukaan jur
usan akuntansi di Universitas Indonesia 1952, Institut Ilmu Keuangan (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara-STAN) 1990, Universitas Padjajaran 1960, Univeritas Sumatra Utara 1960, Universitas Airlangga 1960 dan Universitas Gajah Mada 1964 (Soemarso 1995) telah mendorong pergantian praktik akuntansi model Belanda dengan model Amerika pada tahun 1960 (ADB 2003). Selanjutnya, pada tahun 1970 sem
ua lembaga harus mengadopsi sistem akuntansi model Amerika (Diga dan Yunus 1997).
Pada pertengahan tahun 1980an, sekelompok tehnokrat muncul dan memiliki kepedulian terhadap reformasi ekonomi dan akuntansi. Kelompok terebut berusaha untuk mencipt
akan ekonomi yang lebih kompetetif dan lebh berorentasi pada pasar – dengan dukungan praktik akutansi lebih baik. Kebijakan kelompok tersebut memeperoleh dukungan yang kuta dari investor asing dan lembaga-lembaga internasional (Rosser 1990). Sebelum perbaikan pasar model dan pengenalan reformasi akuntansi tahun 1980an dan awal 1990an, dalam praktik banyak ditemui perusahaan yang memiliki tiga jenis pembukuan – satu untuk menunjukkan gambaran sebenarnya dari perusahaan dan untuk dasar pengambilan keputusan; satu untuk menunjukkan hasil yang positif dengan maksud agar dapat digunakan untuk mengajukan pinjaman/ kredit dari bank domestic dan asing; dan satu lagi yang menunjukkan hasil negative (rugi) untuk tujuan pajak (Kwik 1994).
Pada awal tahun 1990an, tekanan untuk memperbaiki kualitas pelaporan keuangan muncul seiring dengan terjadinya berbagai skandal pelaporan keuangan yang dapat mempengaruhi kepercayaan dan perilaku investor. Sekandal pertama adalah kasus Bank Duta (bank swasta yang dimilik
i oleh tiga yayasan yagn dikendalikan presiden Suharto). Bank Duta Go Public pada tahun 1990 tetapi gagal mengungkapkan kerugian yang jumlah besar (ADB 2003). Bank Duta juga tidak menginformasi semua informasi kepada Bapepam, auditornya atau underwriternya tentang masalah tersebut. Celakanya, auditor Bank Duta mengeluarkan wajar tanpa pengecualian. Kasus ini diikuti oleh kasus Plaza Indonesia Realty (Pertengahan 1992) dan Barito Pacific
Timber (1993). Rosser (1999) mengatakan bahwa bagi pemerintah Indonesia, kualitas pelaporan keuangan harus diperbaiki jika memang pemerintah menginginkan adanya transformasi pasar modal dari model “casino” mejadi model yang dapat memobilisasi aliran investasi jangka panjan
g.
Bewrbagai skandal tersebut telah mendorong pemerintah dan badan berwenang untuk mengeluarkan kebijakan regulasi yang ketat berkaitan dengan pelaporan keuangan. Pertama, pada September 1994, pemerintah melalui IAI mengadopsi seperangkat standar akuntansi keuangan (PSAK). Kedua, pemerintah bekerja sama dengan Bank Dunia (Work Bank) melaksanakan proyek Pengembangan Akuntansi yang ditunjuk untuk mengembangakan regulasi akuntansi dan melatih profesi akuntansi. Ketiga, pa
da tahun 1995, pemerintah membuat barbagai aturan
berkaitan dengan akuntansi dalam Undang-undang Perseroan Terbatas. Keempat, pada tahun 1995 pemerintah memasukkan aspek akuntansi/ pelaporan keuangan kedalam Undang-undang Pasar Modal (Rosser 1999).
Jatuhnya nilai rupiah pada tahun 1997-1998 makin meningkatkan tekanan pada pemerintah untuk memperbaiki kualitas pelaporan keuangan sampai awal 1998, kebangkrutan konglomerat, collapsenya sistem perbankan, meningnkatnya inflasi dan pengangguran memaksa pemerintah bekerja sama dengan IMF dan melakukan negosiasi atas berbagai paket penyelamat yang ditawarkan IMF. Pada waktu ini kesalahan secara tidak langsung diarahkan pada buruknya praktik akutansi dan rendahnya kualitas keterbukaan informasi (Tansparancy).

Tabel
Faktor Lingkungan dan Praktik Akuntansi





PELUANG PROFESI AKUNTANSI DI INDONESIA

Di era Globalisasi ,dunia usaha dan masyarakat telah menjadi semakin kompleks sehingga menuntut adanya perkembangan berbagai displin ilmu termasuk akuntansi. akuntansi memegang peranan penting dalam ekonomi dan sosial ,karena setiap pengambilan keputusan yang bersifat keuangan harus berdasarkan informasi akuntansi .keadaan ini menjadikan peluang profesi akuntansi sebagai suatu profesi yang sangat dibutuhkan keberadaannya dalam lingkungan organisasi bisnis.keahlian –keahlian khusus seperti pengelolaan data bisnis menjadi informasi berbasi komputer, pemeriksaan keuangan maupun non keuangan, penguasaan materi perundang-undangan perpajakan adalah hal-hal yang dapat memberikan nilai lebih bagi profesi akuntansi.
Melihat kondisi Profesi Akuntansi dan peranannya di Indonesia sampai saat ini,maka profesi akuntansi memiliki beberapa keunggulan :

1. Kemudahan dalam memasuki dan meraih peluang kerja
2. Kesempatan untuk meningkatkan kualitas profesi melalui jenjang pendidikan S2 dan S3 serta pendidikan profesi berkelanjutan.
3. Keleluasaan dalam menentukan pilihan profesi ( Akuntan Publik.Akuntan Manajemen ,Akuntan Pemerintah, Akuntan Pajak , dan Akuntan pendidik).


TANTANGAN PROFESI AKUNTANSI DI INDONESIA

Globalisasi berdampak pada perubahan perekonomian suatu negara serta dunia usaha. Kegiatan operasional dunia usaha semakin kompleks yang pada gilirannya akan berpengaruh pada perkembangan dunia akuntansi. Kondisi ini merupakan peluang bagi profesi akuntansi, tinggal bagaimana profesi memanfaatkan peluang ini. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai suatu lembaga profesi tentunya dituntut untuk lebih tanggap mengantisipasi semua perkembangan ini. Saat ini IAI sedang menghadapi perhelatan besar yaitu akan melaksanakan Kongres XI dimana kegiatan ini dapat dijadikan momentum untuk menuntaskan proses transformasi organisasi sebagai kelanjutan Kongres IAI sebelumnya. Banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pengurus baru yang akan disahkan dalam kongres ini. Adanya RUU tentang KAP dinilai sangat membahayakan eksistensi profesi akuntansi tentunya membutuhkan energi yang cukup dari pengurus untuk secara all out mencurahkan seluruh kemampuannya untuk berupaya menyelamatkan eksistensi profesi ini dengan mengajukan argumen kritis dan jernih, batas waktu penerapan konvergensi IFRS, persaingan akuntan asing, persentase usia akuntan publik sebagian besar sudah berusia 51 tahun keatas adalah gambaran beberapa masalah yang cukup krusial.IAI sebagai lembaga profesi mempunyai tanggungjawab untuk berupaya mencari solusi dari permasahan yang dihadapi oleh organisasi. Sebagai organisasi profesi tentunya masalah kepercayaan masyarakat adalah merupakan hal yang sangat penting, sehingga masalah integritas dan profesionalisme anggota adalah suatu tuntutan yang tidak bisa ditawar lagi. IAI harus menjadi lembaga pengawas yang konsisten bagi anggota yang melanggar. Kepercayaan masyarakat harus dibangun secara cerdas oleh pengurus, bagaimana IAI harus membentuk citra organisasi agar direspon positif oleh masyarakat. Selama ini harus diakui bahwa keberadaan profesi akuntansi ini masih bersifat eksklusif sepertinya hanya eksis dilingkungan internal saja, bahkan sepertinya “asyik sendiri”.Jarang terdengar “suara” yang menunjukan kepedulian organisasi terhadap permasalahan yang sedang menimpa bangsa ini padahal banyak kasus-kasus yang sebenarnya merupakan ranah, kompetensi dari profesi akuntansi. Kasus Century, kasus penggelapan pajak, kasus korupsi merebak dimana-mana tapi “sepi” dari saran, masukan, komentar yang produktif dari pengurus, pakar-pakar profesi akuntan. Anggota profesi mungkin perlu mulai belajar untuk berhadapan di area publik untuk menyampaikan pikiran-pikiran profesional untuk menunjukan bahwa profesi akuntansi pun memiliki kepedulian, empati dan kontribusi dalam pemecahan masalah bangsa. Tentunya profesi akuntansi ini bukan hanya milik pengurus atau anggota saja, tetapi lembaga ini adalah merupakan aset bangsa yang jika di berdayakan maka akan mampu memberi kontribusi yang signifikan dalam kemajuan bangsa, dalam hal ini pemerintah harus menunjukan komitmen yang tinggi untuk menjaga profesi ini tetap eksis dan tidak dibiarkan berjuang sendiri. Tema Kongres XI IAI yang diangkat cukup menjanjikan yaitu Introspeksi dan Transformasi Profesi Akuntansi menuju IAI 2020: Peran Akuntan dalam meningkatkan Nilai Tambah bagi Perekonomian Nasional. Jika tema ini dijadikan acuan bagi pengurus baru dalam melaksanakan program kerja maka profesi akuntansi dapat berharap bahwa cita-cita profesi akuntansi untuk tetap eksis akan terwujud, tetapi jika hanya sebagai pemanis kongres atau berhenti setelah hingar bingar kongres saja, maka 2020 hanya akan jadi kenangan.


Daftar pustaka
1) http://dspace.widyatama.ac.id/bitstream/handle/10364/583/bab2.pdf
2) http://agusw77.files.wordpress.com/2009/10/sap-etika-bisnis-profesi.pdf
3) http://www.neraca.co.id/2010/12/10/tantangan-profesi-akuntan/







0 komentar:

Posting Komentar