Jumat, 16 April 2010

Grand Strategy

GRAND STRATEGI

Grand Strategi disebut juga Strategi Raya terdiri dari "tujuan kerja dari semua instrumen kekuasaan tersedia bagi komunitas keamanan". Jadi Strategi Raya merupakan proses dimana tujuan dapat diwujudkan.Strategi Raya militer meliputi perhitungan sumber daya ekonomi dan tenaga manusia. Hal ini juga mencakup sumber-sumber moral, yang kadangkala disebut nasional. Isu-isu strategi raya biasanya meliputi pilihan primer sekunder versus teater dalam perang, distribusi sumber daya di antara berbagai layanan, jenis umum manufaktur persenjataan untuk kebaikan, dan aliansi internasional terbaik yang sesuai dengan tujuan nasional.

Ini memiliki banyak tumpang tindih dengan kebijakan luar negeri, tetapi strategi raya memfokuskan pada implikasi kebijakan militer. Beberapa telah memperluas konsep strategi raya untuk menggambarkan strategi multi-tier pada umumnya, termasuk pemikiran strategis di tingkat korporasi dan partai politik
Strategi raya biasanya diarahkan oleh kepemimpinan politik suatu negara, dengan input dari pejabat militer paling senior. Karena ruang lingkup dan jumlah orang yang berbeda dan kelompok-kelompok yang terlibat, grand strategi biasanya masalah catatan publik, meskipun rincian pelaksanaan (seperti tujuan langsung aliansi tertentu) sering tersembunyi. Pengembangan suatu strategi raya bangsa dapat memperpanjang selama bertahun-tahun atau bahkan beberapa generasi.
Dalam Bisnis, Organisasi juga memiliki strategi raya. Strategi raya adalah rencana umum tindakan utama oleh sebuah organisasi yang bertujuan untuk mencapai tujuan jangka panjang Jadi grand strategi tidak menggambarkan apa yang akan dilakukan oleh siapa, itu lebih berfokus pada apa yang organisasi ingin lakukan dan bagaimana mereka akan melakukannya.


Empat fungsi strategi raya

Mendukung tujuan nasional, yang pada tingkat tertinggi melibatkan peningkatan kebugaran, sebagai suatu keseluruhan organik, untuk membentuk dan mengatasi lingkungan yang senantiasa berubah.
• Memacu tekad,
• Mengakhiri konflik
• Pastikan bahwa konflik dan perdamaian tidak menyediakan benih untuk konflik di masa depan.

Artikel tentang Grand Strategi Perkebunan

Di tahun 2009 kecamatan Malinau akan mengembangkan 4 komoditas unggulan dibidang pertanian dan perkebunan, yakni tanaman jeruk, semangka, melon dan mengkudu. Keempat tanaman tersebut dinilai cocok untuk dikembangkan di kabupaten Malinau khususnya di wilayah Kecamatan malinau Kota.

Untuk mendukung program tersebut, kata Camat Malinau Kota Makson Ssos, Kecamatan Malinau Kota tahun ini sudah membuat grand strategy dengan menyiapkan lahan 4 hektare untuk pengembangannya ke depan. Lahan tersebut dihampar dalam satu lokasi yang nantinya disebut sentra bisnis perkebunan kecamatan Malinau Kota di lokasi jalan baru yang menghubungkan Stadion Tanjung Belimbing ke Desa Malinau Hulu.

“Untuk pendanaannya, akan alokasikan secara khusus melalui dana Gerbang Dema Kecamatan,” kata Makson yang diamini Sekcam Armansyah SPI Msi, Senin (19/1) kemarin.

Dikatakan, untuk perkebunan semangka sendiri pada tahun 2008 sudah mampu menghasilkan buah sebanyak 40 ton. Dengan harga jual Rp 5 ribu per kilogram, Malinau Kota sudah mampu memenuhi kebutuhan semangka tersebut melalui hasil pertanian lokal.

Perkebunan mengkudu saat ini juga sudah dikembangkan seluas 2 hektare milik masyarakat yang ditanam sejak dua tahun lalu, dan pihak kecamatan akan menambah satu hektare lagi untuk tanaman baru. Untuk tanaman jeruk juga saat ini sudah proses pembuahan dengan luasan lebih kurang sekitar satu hektare. Labu merah juga sedang dikembangkan di desa Malinau Hulu.

“Ada lagi kebun pisang dengan luas sekitar 2 hektare, tetapi tidak ditanam dalam satu kawasan melainkan di tempat terpisah yang dikelola langsung oleh warga.

Program tersebut menjadi grand strategy kecamatan dalam upaya mendukung program Gerbang Dema dan pengembangan kebaradaan home industry (industri rumah tangga) yang sudah berjalan selama ini. Disamping itu juga untuk pembangunan pertanian dalam arti luas, khususnya bidang perkebunan dan pertanian menjadi tumpuan hidup bagi seluruh masyarakat petani dan pekebun di Malinau.

di Malinau ini, khususnya Kecamatan Malinau Kota mayoritas warganya adalah bertani dan berkebun. “Hal ini akan semakin mempercepat keberhasilan program pertanian dan perkebunan jika ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai.

Oleh sebab itu, pihak kecamatan berharap dinas terkait juga turut berpartisipasi untuk mengembangkan lokasi kawasan sentra bisnis perkebunan dan pertanian agar berhubungan langsung dengan masyarakat. Terutama warga pemilik lahan yang akan gunakan untuk pengembangan tersebut, sebab kecamatan sendiri juga menggunakan warga agar yang bersangkutan juga terlibat.

“Kecamatan juga sudah mengirim surat yang disampaikan kepada dinas pertanian dan perkebunan terhadap pengembangan produk unggulan ini supaya ada sinkronisasi di lapangan

Grand Strategi Kehutanan

Komunitas kehutanan selama ini masih dininabobokan hasil hutan kayu baik dari hutan alam maupun dari hutan tanaman, padahal disisi lain masih terdapat potensi kawasan hutan yang bernilai ekonomis yang perlu digali dan dioptimalkan pengelolaan pemanfaatan maupun pemungutannya, seperti aneka usaha kehutanan dari hasil hutan bukan kayu yang hampir tidak terjamah, meskipun potensinya sangat besar.
Sumberdaya hutan (SDH) mempunyai potensi multi fungsi yang dapat memberikan manfaat ekonomi, lingkungan dan sosial bagi kesejahteraan umat manusia. Manfaat tersebut bukan hanya berasal dari Hasil Hutan Kayu (HHK) seperti yang terjadi saat ini, melainkan juga manfaat Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), karbon dan ekowisata.

Sejalan dengan itu, ke depan pembangunan kehutanan diharapkan tidak lagi hanya berorientasi pada hasil hutan kayu, tetapi sudah selayaknya menggali potensi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), sehingga perlu kebijakan dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan HHBK sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku (Pengelolaan pemanfaatan HHBK) tercantum pada UU. No. 41 tahun 1999, yaitu pasal 26 (pemungutan HHBK pada Hutan Lindung), pasal 28 (pemanfataan HHBK pada hutan produksi). Demikian juga halnya pada PP no 6 tahun 2007, upaya optimalisasi HHBK juga terdapat pada pasal 28 (Pemungutan HHBK pada Hutan Lindung), pasal 43 (Pemanfaatan HHBK dalam hutan tanaman pada hutan produksi).

Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) disusun sebagai pelaksanaan mandat UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan PP No. 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan. RKTN disusun berdasarkan hasil inventarisasi hutan nasional, merupakan rencana jangka panjang 20 tahun yang meliputi seluruh fungsi pokok hutan (konservasi, lindung dan produksi). RKTN meliputi seluruh aspek pengurusan hutan (perencanaan kehutanan, pengelolaan hutan, Litbangdiklatluh, dan pengawasan). RKTN sebagai rencana sektor kehutanan akan menjadi acuan bagi penyusunan rencana-rencana yang cakupannya lebih



rendah baik berdasarkan skala geografis, jangka waktu rencana maupun program-program pembangunan kehutanan.
RKTN diharapkan dapat memberikan arah pengurusan hutan ke depan untuk dapat mengembalikan potensi multi fungsi dari hutan dan kawasan hutan serta pemanfaatannya secara lestari bagi kesejahteraan rakyat Indonesia serta mampu memberikan kontribusi nyata bagi kepentingan pemeliharaan lingkungan global

Kerangka Pemikiran Grand Strategy HHBK

HHBK dapat berasal dari kawasan hutan dan luar kawasan hutan/lahan milik atau hutan rakyat. HHBK yang berasal dari kawasan hutan menurut UU No. 41 tahun 1999, dan PP No. 6 tahun 2007 dan perubahannya dibedakan menjadi: (a) HHBK yang berasal dari hutan lindung dan dikenal dengan nama pemungutan, (b) HHBK berasal dari hutan produksi baik hutan alam maupun hutan tanaman dikenal dengan istilah pemanfaatan. Pemungutan HHBK yang berasal dari hutan lindung antara lain berupa: rotan, madu, getah, buah, jamur, sarang burung walet dan penangkaran satwa liar. Sedangkan hasil HHBK dari hutan produksi antara lain:

1. Rotan, sagu, nipah, yang meliputi kegiatan penanaman, pemanenan, dan pemasaran hasil.
2. Getah, kulit kayu, daun, buah atau biji, gaharu yang meliputi kegiatan pemanenan, pengayaan, pemeliharaan, pengamanan, dan pemasaran hasil.

Langkah-langkah dalam Pengelolaan Pemanfaatan :

1. Inventarisasi dan pemetaan potensi HHBK didalam dan diluar kawasan hutan, Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperoleh:
-Sebaran potensi per komoditas per Provinsi
-Sebaran potensi per komoditas per Kabupaten

2.Penentuan/seleksi jenis komoditas HHBK prioritas yang akan dikembangkan pada suatu wilayah. Untuk menentukan prioritas pengembangan HHBK pada suatu wilayah, ditetapkan kriteria, antara lain:

-Prospek pasar (lokal, regional, dan Internasional)
-Kesiapan infrastruktur menuju sentra HHBK
-Dukungan pengusaha dan Pemda setempat
3. Penyusunan/Perumusan Kebijakan yang mendukung pengelolaan HHBK. Kebijakan ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi pelaku usaha dan masyarakat yang akan melaksanakan pengembangan HHBK. Langkah ini bersifat lintas sektor, antara lain:
-Alokasi lahan produksi (alam dan tanaman) untuk pengembangan HHBK
-Insentif bagi pengusaha dibidang HHBK (Pelaku Usaha)
-Insentif bagi masyarakat yang akan mengembangkan HHBK.

Program Pengembangan HHBK

1. Pengelompokan HHBK berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.35/Menhut-II/2007 adalah:
a. Kelompok Resin.
b. Kelompok Minyak Atsiri.
c. Kelompok Minyak Lemak, Pati, dan Buah-buahan.
d. Kelompok Tannin, Bahan Pewarna dan Getah.
e. Kelompok Tumbuhan Obat dan Tanaman Hias.
f. . Kelompok Palma dan Bambu.
g. Kelompok Alkaloid

2. . Faktor Pendukung Pengembangan HHBK

a. Pemantapan kawasan

Peningkatan kelengkapan, keakuratan dan keterkinian hasil inventarisasi HHBK di dalam setiap kegiatan inventarisasi hutan; Pelaksanaan inventarisasi HHBK di tiap level; Metode dan pelaksanaan inventarisasi HHBK; Jenis parameter inventarisasi hutan dimasing-masing level.

- Percepatan proses pengukuhan; Penyelesaian konflik kawasan; Identifikasi kawasan hutan yang potensial untuk non kehutanan: Proses penyesuaian tata ruang; Rekonstruksi (tinjau ulang) dan realisasi tata batas.

- Percepatan proses pembentukan unit-unit KPH pada seluruh kawasan hutan (konservasi, lindung dan produksi) dengan mengarus-utamakan kelas perusahaan HHBK.
- Implementasi dari perencanaan pengembangan HHBK sebagai bagian dari sistem perancanaan kehutanan menuju terwujudnya rencana kehutanan yang hirarkis dan terintegrasi mulai dari tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota dan unit pengelolaan, yang meliputi jangka waktu panjang dan pendek pada seluruh kawasan hutan (konservasi, lindung dan produksi).
- Mempertimbangkan Indonesia merupakan kepulauan (terdiri dari lebih kurang 17.000 pulau yang sebagian besar merupakan pulau-pulau kecil), dengan kawasan hutan yang juga tersebar di sebagian besar pulau-pulau tersebut, maka arah pengembangan HHBK harus mempertimbangkan ekosistem, termasuk ekogeografis yang spesifik.

b. Mitigasi perubahan iklim.

- Terselenggaranya secara optimum peran kawasan hutan di dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dan diterimanya imbalan yang seimbang dari peran tersebut. Pengembangan HHBK ditempatkan sebagai salah satu elemen pendukung percepatan pembentukan KPH untuk diposisikan sebagai register area dalam mekanisme perdagangan karbon.
- Identifikasi lokasi-lokasi yang potensial memasuki skema pasar karbon dan membangun model implementasi skema perdagangan karbon dengan lebih menitik-beratkan pemanenan HHBK serta lebih banyak menunda pemanenan kayu untuk memperbesar cadangan karbon.
- Penyelenggaraan penelitian kemampuan/kapasitas penyerapan dan penyimpanan karbon (CO2) oleh tegakan hutan dan pengembangan sistem perhitungannya, ketika tegakan lebih diarahkan untuk produksi HHBK.

c. Pemanfaatan hutan

- Penyempurnaan pedoman dan percepatan tata hutan baik untuk hutan konservasi, lindung dan produksi sebagai dasar arahan bentuk I-17
- pemanfaatan hutan dalam sistem KPH yang meliputi kayu dan bukan kayu; Penyusunan rencana pengelolaan hutan pada setiap unit KPH.
-Peningkatan kegiatan inventarisasi sumberdaya hutan sehingga dapat dikuasainya data/informasi potensi hutan sebagai dasar pemanfaatan kayu dan bukan kayu yang lestari.
- Intensifikasi pemanfaatan lahan hutan; peningkatan produktifitas melalui perbaikan teknik silvikultur yang disesuaikan dengan tipologi hutan setempat; Joint production (dalam satu tapak hutan dapat dimanfaatkan dengan berbagai tujuan misalnya hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu dan sekaligus jasa lingkungan air, dsb).
-Pemanfaatan hutan guna produksi hasil hutan bukan kayu diselenggarakan oleh usaha skala kecil untuk menciptakan dunia usaha kehutanan yang tahan (lentur) menghadapi perubahan lingkungan strategis yang sangat dinamis.
-Peningkatan pemberdayaan masyarakat di dalam pemanfaatan hutan, antara lain melalui peningkatan kapasitas dan akses masyarakat terhadap sumber daya hutan termasuk di dalamnya HHBK, dengan memanfaatkan secara maksimal instrumen pemberdayaan (pola kemitraan, HKm dan Hutan Desa) serta pelibatan dalam usaha kehutanan skala kecil antara lain melalui HTR, dll.

d. Rehabilitasi

- Meningkatkan pertimbangan pengembangan HHBK pada percepatan pembangunan hutan tanaman (HTI dan HTR), pembangunan hutan rakyat, GERHAN, dan gerakan menanam lainnya sehingga lebih dapat terjamin adanya laju rehabilitasi yang lebih besar dari laju degradasi
-Percepatan rehabilitasi pada DAS prioritas dengan memaksimumkan kelas perusahaan HHBK untuk meningkatkan daya dukung ruang hidup.
-Kegiatan rehabilitasi dipersiapkan kemungkinannya untuk memasuki skema voluntary carbon market, yang dapat memberikan manfaat langsung kepada masyarakat.


e. Perlindungan dan pengamanan hutan

- Penguatan peraturan perundangan dan kelembagaan untuk meningkatkan efektifitas upaya pencegahan dan pemberantasan gangguan terhadap hutan dan kawasan hutan melalui berbagai insentif yang melekat pada pengembangan HHBK.
-Penyadaran dan penguatan kelembagaan masyarakat untuk ikut berperan dalam kegiatan perlindungan dan pengamanan hutan melalui berbagai insentif pemanfaatan HHBK.
-Penegakan hukum (low enforcement) yang adil dan transparan.

f. Konservasi alam

-Pemanfaatan HHBK tidak dapat dilepaskan dari upaya peningkatan upaya konservasi keanekaragaman hayati melalui konservasi ekosistem in-situ dan konservasi ex-situ.
-Penguatan pengelolaan kawasan konservasi ekosistem, jenis dan genetik melalui kolaborasi pengelolaan, profesionalisme sumber daya manusia, penerapan good forest governance serta pengembangan sistem insentif konservasi yang kondusif.
-Memperluas pelaku dan jumlah jenis pemanfaatan HHBK di kawasan konservasi.

g. Penelitian dan Pengembangan

-Pemanfaatan hasil Litbang dan teknologi dalam pemanfaatan HHBK untuk meningkatkan efisiensi serta nilai tambah pemanfaatan hutan.
-Membangun kegiatan penelitian yang lebih integratif; melibatkan berbagai disiplin ilmu dan berorientasi kepada kebutuhan pengguna (user-oriented); menghasilkan produk HHBK dan teknologi pengembangannya yang inovatif, bernilai tambah tinggi, berorientasi pasar, ramah lingkungan dan berdaya saing tiggi.


STRATEGI PENGEMBANGAN HHBK 2009 – 2014

A. Unggulan Prioritas HHBK
Untuk memacu perkembangan HHBK perlu ditetapkan unggulan nasional. Penetapan unggulan nasional diperlukan agar sumberdaya yang terbatas dapat dimanfaatkan secara optimal. Unggulan nasional dipilih berdasarkan beberapa kriteria sebagai berikut :
- Ekonomi
- Bio fisik dan lingkungan
- Kelembagaan
- Sosial
- Teknologi.
Berdasarkan hasil kajian telah ditetapkan 5 komoditas HHBK unggulan nasional, yaitu: Bambu, Sutera Alam, Lebah Madu, Gaharu dan Rotan. Selain 5 komoditas HHBK unggulan nasional, daerah dapat mengembangkan komoditas HHBK yang diunggulkan berdasarkan potensi HHBK dan kemampuan daerah.
B. Stakeholder Utama
Agar dapat dicapai hasil-hasil yang maksimal, perlu dipetakan peran pelaku utama kedalam lini-lini kegiatan dan hubungan keterkaitan antar lini dalam pengembangan HHBK. Pelaku utama dikelompokkan dalam lini-lini kegiatan sebagai berikut :
Lini: Fasilitasi, Regulasi
Lini: Litbang
Lini: Produksi
Lini: Industri
Lini: Promosi/Pemasaran
Lini : Penyuluhan dan Pengembangan SDM
Lini : Inkubasi dan BDS

Pola Kemitraan dan Kerjasama antar Stakeholder dalam pengembangan HHBK.

1. Akan dibangun sinergi dari pelaku utama pengembangan HHBK agar diperoleh unit/pengembangan dengan daya saing yang tinggi.
2. Pola-pola kemitraan, dan kerjasama difokuskan pola sinergi antara
- Kelompok tani
-Investor
-Industriawan
-BUMN
-Sumber IPTEK unggulan
-Fasilitator

Insentif yang akan dikembangkan.

Pemerintah sebagai pemicu (trigger) dalam pengembangan HHBK dapat berperan antara lain dalam hal:
1. Membangun Pilot Project pengembangan HHBK dengan Pola BOT (Built, Operate, Transfer) dalam hal ini pemerintah membangun unit HHBK secara langsung mulai dari produksi bahan baku sampai unit-unit industri pengolahannya. Selain itu menyiapkan SDM, Sarana Prasarana kemudian secara bertahap diserahkan ke Kelompok Tani untuk dikelola lebih lanjut.

2. Menyiapkan Sarana Prasarana produksi untuk diberikan kepada kelompok-kelompok yang akan membentuk unit HHBK, sarana produksi dapat berupa: benih unggul (materi genetik unggul), Mesin pemroses, pupuk dll.

3. Membantu Penguatan Kelembagaan antara lain melalui:
- Penyiapan Pedoman
-Pelatihan Teknis
-Pelatihan Manajerial
-Study banding
-Pertemuan-pertemuan, Seminar, Diskusi
- Pemasaran

.Promosi
Mempromosikan program-program yang berkaitan dengan pengembangan HHBK benih melalui:
-Aktivitas Penyuluhan
-Penyebarluasan Informasi
-Penguatan jejaring kerja


DAFTAR PUSTAKA

http://www.disperindagjatimprov.org/index.php?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=6
http://www.infoanda.com/id/link.php?lh=AQ1WW1INVw1Q
http://wapedia.mobi/id/Grand_strategi
http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=70258:dinas-kelautan-dan-perikanan-siapkan-4-grand-strategi-perikanan&catid=160:agenda-walikota-medan&Itemid=153
http://www.dephut.go.id/files/workshopHHBK09_grandstrategy_0.pdf
http://www.kaltimpost.co.id/?mib=berita.detail&id=11568
http://www.dinkesjatengprov.go.id/dokumen/profil/2008/profil2008

0 komentar:

Posting Komentar